Setahun yang lalu, aku pernah punya keinginan sederhana. Seperti… ingin membuat tulisan kecil tentang perjalanan di mana akhirnya kami bertemu, bagaimana kami memulai cerita. Tentang sebuah catatan kecil, bagaimana kami akhirnya sepakat. Tentang sebuah catatan kecil, tentang bagaimana angin-angin kecil membuat resah. Tentang bagaimana melajukan perahu agar tak goyang. Dan tentunya, tentang sebuah catatan berbagai syukur karena akhirnya kami bisa duduk menikmati pagi di tempat yang sama. Dengan secangkir teh dan kue seadanya.
Waktu bergulir dan aku masih orang yang sama. Hingga semua proses tinggal menunggu iklar, satu tulisanpun tak kunjung rampung. Seperti enggan, padahal hati begitu ingin. Begitu banyak yang ingin ku tumpahkan. Meski mungkin aku akan dibuat bingung harus memulainya dari mana. Mari kita mulai. Biar semesta turut serta menikmati gempitanya.
Pertemuan. Aku tak pernah tahu, bahwa setiap pesan-pesan yang ku terima dari teman, akan mengantarkanku padanya. Ya, memang kita tak akan pernah tahu sesuatu sampai sesuatu itu menampakkan dirinya. jadi, jangan remehkan hal-hal kecil, karena bisa saja hal-hal kecil yang kau anggap remeh pada akhirnya membawamu pada keputusan besar.
Awalnya, aku hanya perempuan yang sedang dilanda bimbang. Menginjak usia yang cukup untuk menikah namun belum menemukan lelaki baik yang ingin menemani setiap langkahku. Entah dalam keadaan sehat semangat atau dalam keadaan letih tersek-seok.
Ingin kubilang pada kalian. Perempuan-perempuan baik dengan segala kecantikannya. Perempuan-perempuan baik dengan segala kerinduannya. Perempuan-perempuan baik dengan segala rasa resah, gelisah. Perempuan-perempuan baik dengan segala bentuk penantiannya. Kalian tidak sendirian. Tidak akan pernah sendirian. Karena aku dan beberapa perempuan lain yang sedang menyiapkan diri untuk menikah, atau beberepa perempuan lain yang telah dulu menikah. Kami sudah terlebih dahulu menikmati berbagai rasa dari penantian itu. Tentang sepinya malam, tentang resahnya pagi yang tak jua menemukan, tentang rasa rindu yang semakin tak terbendung tapi tak punya tempat untuk meluapkan. Aku hanya bilang, kelak waktu yang kalian inginkan akan datang. Pelan-pelan tanpa kau sadari, atau bisa saja sebenarnya sedang kau jalani namun kau tak menyadarinya.
Kenapa harus melihat jauh? Jika yang dekat siap memberi kepastian. Ingin aku bilang, merajut harapan itu memang asyik. Tapi, akan lebih asyik jika dilakukan berdua. Seperti pagi dengan segala gempitanya. Dinikmati sendiri bisa ditikam sepi. Dinikmati berdua, kamu ingin lagi.
Perempuan itu memang pecinta kepastian. Tapi rapuh untuk mengalahkan keraguan. Bertahan pada rasa takut kehilangan, hingga melewatkan yang jauh lebih siap memberi kepastian. Percayalah, pernikahan itu butuh keberanian. Keberanian untuk melangkah baru berdua. Baru; tinggalkan semua yang lama. Baru; tamatkan semua yang tidak membawamu kemana-mana. Baru; patahkan hatimu dengan orang yang tidak akan pernah berani menjadikanmu satu. Baru; bersedialah untuk melangkahkan kaki dengannya, mantap. Tanpa ada niatan untuk berputar arah. Baru; tanpa serpihan-serpihan kenangan lalu. Baru; tanpa luka lara untuk segala apa yang telah kau putuskan.
Kau tau, inginnya aku bercerita lengkap. Ingin aku meyakinkan, bahwa seorang perempuan hanyalah butuh kepastian. Kepastian bukan hanya sekedar permintaan untuk terus menunggu. Karena sungguh, kamu (perempuan) pantas untuk dijadikan prioritas bukan pilihan jika dan hanya jika. Karena sungguh, seharusnya keseriusan membawanya pada kemantapan, bukan kebimbangan yang lantas membawamu ke dalam ketidakpastian.
Tentang hati yang pernah kau anggap satu tapi tanpa pernikahan, percayalah semua itu semu. Semuanya hanyalah kumpulan angan-angan yang menunggu menjadi nyata. Hanyalah kumpulan kata-kata yang tak tahu kapan akan bernyawa. Menikahlah untuk jadi satu. Menikahlah untuk menjadi nyata. Menikahlah agar memiliki nyawa.
Mungkin sebelum ini, akupun tak pernah percaya. Bahwa kepastian lebih-lebih kuat bahkan mampu mengalahkan perasaan yang dipupuk lama. Asalkan keberanian membakar semua angan yang pernah kau jatuhkan pada yang bukan layaknya. Mungkin sebelum ini, akupun tak seyakin ini. Bahwa takdir dan segala garisnya, mampu meluluhlantakan usaha yang kamu ikat agar tak pernah lepas. Mungkin sebelum ini, akupun tak percaya. Bahwa jodoh, adalah segala yang baik, lebih baik dari angan-angan tentang hubungan semu yang kamu ciptakan. karena jodoh, adalah segala yang baik, lebih baik karena datangnya berkat ikatan yang dihadiahkan Tuhan.
dalam perjalanan meneguhkan hati, aku tak ingin bilang semuanya mudah. Dalam menjawab banyaknya pertanyaan, meski hanya butuh satu jawaban, aku tak akan bilang semuanya mudah. Tapi, saatku tahu, tiada lain selain kepastian dan kedatangan dengan niat menjaga kehormatan, dengan disertai itikad dan cara yang baik, tiada jawaban lebih baik selain memberinya hal serupa.
***
Tulisan ini dibuat 7 hari sebelum aku menikah. Dalam memantapkan hati. Dalam mematahkan takut. Dalam membungkam ragu.